Makassar (Antara Sulsel) - Aktivis yang tergabung dalam Forum Pemerhati Masalah Perempuan (FPMP) Sulawesi Selatan mendesak DPRD untuk membuat peraturan daerah mengenai perlindungan terhadap pekerja rumah tangga.
"Kami meminta agar DPRD memberi perlindungan hukum melalui peraturan daerah agar PRT di Sulsel dapat bekerja dengan tenang dan tentunya akan lebih produktif," kata Ketua Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Paraikatte Sulastri dalam orasinya di Kantor DPRD Sulsel di Makassar, Kamis.
FPMP Sulsel merupakan mitra Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), SPRT Paraikatte, LPA Sulsel dan beberapa organisasi perempuan lainnya di Makassar.
Dalam aksi yang digelar dalam rangkaian peringatan Hari PRT Nasional pada 15 Februari tersebut, Sulastri berharap anggota DPRD agar mau mendengar dan memperjuangkan aspirasi mereka.
Aksi massa yang diikuti oleh lebih kurang 200 orang peserta tersebut diawali dengan menggelar orasi secara bergantian di bawah flyover Makassar pada jam 10.00 Wita.
Aktivis FPMP Umi Jusmiati Lestari dalam orasinya menyampaikan bahwa tahun ini adalah tahun ke-11 peringatan Hari PRT Nasional, namun faktanya praktik kekerasan terhadap PRT dalam berbagai bentuk masih terus terjadi, bahkan ada yang menjurus ke praktek perbudakan modern.
Mengutip data JALA, Umi menyampaikan bahwa setiap tahun ada lebih kurang 400 kasus kekerasan terhadap PRT, yang melingkupi kekerasan multi jenis seperti ; kekerasan fisik, kekerasan ekonomi, psikis hingga seksual.
Selanjutnya, Koordinator Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sulsel Lina May menyampaikan bahwa Kondisi buruk yang terus dialami PRT terjadi karena masih minimnya perlindungan hukum dari pemerintah terhadap profesi PRT.
"PRT masih dicibir sebagai kerja rendahan, padahal RUU Perlindungan PRT sudah lebih dari 12 tahun mangkrak di DPR," ujar Lina May.
Di saat yang sama, pemerintah juga masih enggan untuk meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak Untuk Pekerja Rumah Tangga, padahal Indonesia adalah salah satu pengirim PRT terbesar ke luar negeri dan PRT pun menjadi penyumbang devisa terbesar bagi negara.
Seorang PRT, Karsiah Tahir menyampaikan bahwa banyaknya kasus kekerasan yang terus dialami PRT, sepertinya belum juga dapat menggerakan hati dan pikiran pemerintah dan DPR untuk menghargai dan memberi perlindungan hukum yang memadai bagi PRT.
PRT, kata dia, masih dalam kondisi kerja yang eksploitatif antara lain upah yang sangat rendah bahkan tidak dibayar, waktu kerja yang panjang dengan beban kerja berlebih dan tidak ada hari libur. Selain itu, tidak ada kontrak kerja dan minim akses bersosialisasi karena terisolasi di rumah majikan dan tidak ada jaminan sosial.
"Singkatnya, PRT belum menikmati hak-hak sebagai pekerja sebagaimana pekerja/buruh atau karyawan pada umumnya. Padahal karena jasa PRT-lah para majikan bisa leluasa bekerja di luar rumah," kata dia.
Di kantor DPRD, para aktivis diterima oleh anggota DPRD dari Partai Gerindra Mahyuddin.
Dari dialog tersebut, Mahyuddin menyampaikan dukungannya terhadap perjuangan PRT. Dia akan segera menyampaikan semua aspirasi peserta aksi ke DPR RI dan pemerintah segera menngesahkan RUU PRT sehingga bisa jadi acuan untuk mengatur perlindungan PRT melalui peraturan daerah.
Berita Terkait
DPRD dan Pemprov Sulbar matangkan Ranperda RTRW
Jumat, 29 Maret 2024 18:35 Wib
Empat parpol sepakat bentuk fraksi gabungan di DPRD Makassar
Jumat, 29 Maret 2024 16:51 Wib
DPRD Sulbar menyusun Ranperda kemudahan berinvestasi
Kamis, 28 Maret 2024 2:23 Wib
BK DPRD Sulsel panggil JRM terkait kasus dugaan penistaan agama
Kamis, 28 Maret 2024 2:22 Wib
Sinergisitas pemprov dan DPRD menghasilkan 24 penghargaan untuk Sulbar
Rabu, 27 Maret 2024 20:42 Wib
DPRD Sulbar susun ranperda pengembangan pesantren
Selasa, 26 Maret 2024 1:45 Wib
DPRD Sulsel siap terima masukan publik terkait calon anggota KIP-KPID
Minggu, 24 Maret 2024 9:58 Wib
DPRD Wajo konsultasi soal pelayanan RS ke RS Fatmawati Jakarta
Jumat, 22 Maret 2024 20:58 Wib