Makassar (ANTARA Sulsel) - Pakar Kimia Lingkungan Universitas Hasanuddin yang juga anggota Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Center Point of Indonesia (CPI) Prof Syahrul menilai metode yang digunakan dalam menyusun Amdal CPI di kawasan Tanjung Bunga Makassar tidak shahih.
"Metode yang digunakan tidak shahih, karena tidak mengukur parameter seperti kandungan surfaktan, hidrokarbon, merkuri dan arsen padahal ini adalah standar yang digunakan secara internasional," ungkap Prof Syahrul pada pembahasan dokumen Amdal CPI di Makassar, Kamis.
Dokumen Amdal tersebut, kata dia, juga tidak memperhitungkan perubahan kimia laut padahal hal ini sangat mempengaruhi kehidupan organisme laut.
"Perubahan kimia laut seperti ph tidak diperhitungkan padahal ini menentukan kehidupan organisme laut dan pesisir seperti mangrove, atau kerang," ujarnya.
Mengenai penentuan besaran dampak, kata dia, juga tidak dikaji menggunakan data prona lingkungan awal.
"Padahal untuk menentukan besaran dampak, harus ada data lingkungan awal," ujarnya.
Ia juga menilai kajian lingkungan dalam menyusun Amdal ini masih sangat dangkal.
Menurut dia, perlu ada kajian hidrologi, topografi, geomorfologi, kualitas air tanah, dan kimia oceanografi.
"Perdalam kajiannya jangan kulitnya saja dibahas, karena ini reklamasi dalam skala besar yang dampaknya juga besar," ujarnya.
Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel, Muh Al Amin dalam kesempatan terpisah mengatakan Walhi menolak bahkan menggugat izin pelaksanaan reklamasi yang dikeluarkan Gubernur Sulsel untuk kawasan CPI tersebut.
Dalam SK Gubernur berupa surat izin reklamasi nomor 644/6273/Tarkim tanggal 1 November 2013 tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi Pada Kawasan Pusat Bisnis Terpadu Indonesia di Provinsi Sulsel Sebagai Kawasan Strategis Provinsi, diduga banyak kejanggalan.
Hal itu menguntungkan pihak swasta karena diketahui reklamasi CPI di Makassar dengan luas 157 hektare, pemerintah hanya mendapat kompensasi 57 hektare, sementara swasta mendapatkan 100 hektare, padahal itu lahan negara.
Keadaan ini artinya laut dijadikan daratan, lalu diberikan kepada swasta, yang seharusnya rakyat Sulawesi Selatan harus menjadi pemilik, kata Amin.
Sikap Walhi terhadap CPI agar pengembangan kawasan khusus itu maupun kebijaksanaan Gubernur Sulsel tetap pada alur "on the track", taat undang-undang serta mengakomodir kehendak rakyat, ujarnya.
Wakil Ketua Kadin Daerah Sulsel, Ilham Aliem Bachri mengharapkan agar tidak terjadi monopoli di kawasan CPI, mengingat saat ini lahan itu digarap pihak swasta PT Yasmin Bumi Asri-Ciputra Surya Tbk.
Idealnya investor skala nasional properti yang berada di Sulsel juga dilibatkan seperti Kalla Grup, Bosowa Grup, IMB Grup dan PT GMTD Tbk.
Selain itu, ribut-ribut kawasan CPI, menurut Ilham Aliem Bachry, harusnya dilihat awalnya, siapa yang mendisain kawasan ini lalu mencarikan investor tunggal sehingga terjadi kisruh dan kalau keadaan ini berlanjut pihaknya mengharapkan Kejaksanaan ikut turun tangan untuk penegakan dari kemungkinan pelanggaran hukum yang terjadi.
Berita Terkait
DPRD Sulsel mempertanyakan izin Amdal PT PDS Luwu Timur
Jumat, 16 September 2022 10:38 Wib
Pemkot Makassar tinjau ulang izin Amdal Lalin Stadion Mattoanging
Selasa, 2 Maret 2021 17:44 Wib
Menteri ATR: Penghapusan IMB-AMDAL masih pro-kontra
Jumat, 8 November 2019 20:08 Wib
Inkalindo Sulsel uji kompetensi penyusun Amdal
Sabtu, 19 Januari 2019 22:04 Wib
Pembangunan spam Mamminasata tunggu hasil review amdal
Jumat, 30 Maret 2018 11:29 Wib
Koordinator PKS CPI nyatakan dokumen Amdal PT Yasmin lengkap
Rabu, 20 April 2016 17:13 Wib
Walhi Sulbar: Data amdal terkesan tertutup
Kamis, 31 Maret 2016 5:31 Wib
Proyek pelabuhan petikemas Kendari tunggu amdal
Jumat, 12 Februari 2016 13:24 Wib