Makassar (ANTARA Sulsel) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar menunda vonis kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dengan kerugian negara Rp8,8 miliar.
"Sebelumnya kami memohon maaf karena sidang pembacaan putusan yang sekiranya dijadwalan hari ini harus kami tunda. Karena masih ada meteri vonis yang harus dimusyawarahkan," kata Ketua Majelis Hakim Tipikor Makassar Muh Damis di Makassar, Senin.
Dalam kasus ini terdakwa adalah mantan anggota DPRD Sulsel Adil Patu. Terdakwa dalam sidang sebelumnya didakwa sebagai salah satu penerima dana bansos.
Damis menuturkan, penundaan ini tidak ada kaitannya dengan intervensi dari luar. Dia mengaku jika putusan yang akan diberikan kepada terdakwa harus betul-betul adil bagi semua pihak.
"Hanya karena putusannya belum selesai. Ada bagian-bagian yang harus dipertimbangkan secara komprehensif. Sehingga kita belum siap bacakan dan menunda perkara ini sampai Senin mendatang," tuturnya.
Pengacara Adil Patu, Yusuf Gunco enggan berkomentar banyak. Dia mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada hakim karena keputusan untuk menunda dan melanjutkan sidang ada pada majelis.
"Itu hak hakim untuk menunda ataupun melanjutkan. Kami ini tidak punya hak untuk menolak keputusan itu. Karena itu menjadi kewenangannya," katanya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Abdul Rasyid menuturkan terdakwa telah melanggar pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut dia, Adil telah menyalahgunakan kedudukannya baik sebagai anggota dewan maupun sebagai Ketua Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) Sulawesi Selatan untuk memperkaya diri sendiri menggunakan dana bantuan sosial.
Terdakwa pada 2008 memerintahkan bekas Mujiburrahman dan Kahar yang saat itu adalah bawahannya di Partai PDK mengurus dana bansos. Kahar saat itu mencairkan Rp720 juta menggunakan lima lembaga, sedangkan Mujiburrahman mencairkan Rp700 juta untuk tujuh lembaga.
Menurut Rasyid, di fakta persidangan, Mujiburrahman dan Kahar yang juga terdakwa di kasus ini dalam mengurus bantuan sosial itu selalu berkoordinasi dengan Adil. Bahkan duit yang dicairkan oleh keduanya langsung diserahkan ke Adil di Sekretariat Partai PDK.
Terdakwa justru menilai jaksa menuntut tanpa dua alat bukti yang cukup. Jaksa, kata dia, hanya berpatokan pada keterangan saksi saja tidak ada bukti lain yang menguatkan.
"Ini semua kebohongan, sampai sekarang jaksa belum bisa menunjukkan bukti jelas tentang kerugian negara dan bukti lainnya," kata Adil yang menanggapi replik dari jaksa.
Terdakwa Adil Patu didakwa melanggar pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang ancaman hukumannya 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Adil diduga melakukan intervensi kepada pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk memperlancar proses pencairan proposal lembaga terdakwa lain yang dipastikan fiktif. Adil juga diduga telah menikmati dana bantuan sosial sebesar Rp1 miliar.
Diketahui, kasus ini mulai diusut setelah BPK merilis sebanyak 202 lembaga penerima dana bansos adalah fiktif. Dana Rp 8,87 miliar untuk lembaga tersebut dipastikan telah merugikan negara. BPK juga menemukan Rp26 miliar dana bansos tidak jelas pertanggungjawabannya.
Berita Terkait
Menkeu menegaskan pemblokiran anggaran bukan untuk membiayai bansos
Jumat, 5 April 2024 17:57 Wib
Mensos: Bansos berbentuk tunai transfer, tidak ada dalam bentuk barang
Jumat, 5 April 2024 17:56 Wib
Pengamat: Sulit membuktikan kecurangan pemilu melalui bansos di sidang MK
Rabu, 3 April 2024 1:33 Wib
Presiden Jokowi mengupayakan bantuan beras dilanjutkan hingga akhir tahun
Rabu, 27 Maret 2024 19:24 Wib
Presiden Jokowi: Negara lain tak ada bantuan pangan beras seperti Indonesia
Jumat, 16 Februari 2024 10:27 Wib
Presiden Jokowi: Bansos pangan bantu kendalikan harga beras
Kamis, 15 Februari 2024 14:12 Wib
Menko PMK membantah presiden politisasi bansos
Rabu, 7 Februari 2024 20:28 Wib
Pembagian bansos di Makassar
Rabu, 7 Februari 2024 14:16 Wib